Pemberitaan tanpa meminta konfirmasi atau tanggapan kepada pihak yang merasa dirugikan atau pemberitaan yang dinilai memfitnah memang menjengkelkan bagi orang yang merasa dirugikan atas pemberitaan itu.
Menyelesaikan dengan cara- cara yang tidak dibenarkan oleh Undang- Undang misalnya melakukan kekerasan baik fisik maupun psikis (intimidasi) terhadap Wartawan yang menulis berita tidak akan menyelesaikan masalah, justru malah dapat menimbulkan masalah baru.
Menyelesaikan dengan cara langsung menggugat secara perdata atau melaporkannya secara pidana karena nama baiknya merasa dicemarkan juga merupakan langkah yang tidak tepat.
Kenapa? Karena berita adalah karya jurnalistik dan merupakan delik Pers yang diatur oleh Undang- Undang tersendiri yaitu Undang- Undang Pers. Undang- Undang Pers merupakan Lex Specialis, aturan yang dikedepankan untuk diterapkan meski ada Undang- Undang lain yang mengaturnya yang lebih umum seperti KUHP dan KUH Perdata.
Asas penafisiran dalam penerapan hukum di Indonesia adalah “Lex Specialis Derogat Legi Generalis,” artinya hukum yang bersifat khusus (Lex Specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (Lex Generalis).
Sepanjang Media itu berbadan hukum dan beritanya ada narasumbernya maka berita itu adalah karya jurnalistik sehingga penyelesaiannya dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam Undang- Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. (Undang- Undang Pers) yaitu melakukan “Hak Jawab.”
Melakukan Hak Jawab adalah langkah yang tepat dan elegant dalam menyikapi pemberitaan yang dinilai merugikan nama baik seseorang atau sekelompok orang. Terlebih jika yang merasa dirugikan dalam pemberitaan itu adalah Pejabat atau Tokoh Masyarakat maka melakukan Hak Jawab dapat memberikan pendidikan hukum kepada masyarakat, itu sangat berwibawa dibanding melakukan cara- cara lain yang tidak diatur atau tidak dibenarkan di dalam Undang- Undang.
Kemudian, mengadukan ke Dewan Pers juga adalah langkah yang tepat juga. Hanya saja mengadukan ke Dewan Pers pun jika berita itu merupakan karya jurnalistik maka penyelesaiannya sama yaitu mekanisme Hak Jawab terlebih dahulu yang ditempuh.
Dalam Undang- Undang Pers Pasal 1 angka 11, Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
Jadi, kalau ada pemberitaan yang merugikan nama baiknya, belum diberi kesempatan memberikan klarifikasi tiba- tiba sudah terbit beritanya, maka layangkan Hak Jawab kepada Media tersebut. Media berkewajiban memuat atau menerbitkan Hak Jawab yang telah diterimanya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 5 ayat (2) bahwa Pers wajib melayani Hak Jawab.
Bagaimana kalau Media tidak melayani atau tidak menerbitkan Hak Jawab? Sanksinya ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (2) yang berbunyi : “Perusahaan Pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).”
Ada suatu kasus pemberitaan yaitu pada 5 Mei 2006, Media Investor Daily memuat berita dengan judul “Pemerintah Tunjuk Plt Dirut PLN dan PKT.” Dalam berita itu Lendo Novo disebut memimpin Tim Ad Hoc yang bertugas menyelidiki korupsi di lingkungan BUMN. Kemudian Tim Lendo disebut tidak bersih dan melakukan pemerasan kepada direksi BUMN yang dianggap korupsi. Kalimat dalam berita itu dikutip dari pernyataan Arief Poyuono.
Akibat berita itu Lendo merasa nama baiknya dicemarkan. Lendo melalui Pengacaranya pun langsung melayangkan somasi kepada Investor Daily agar meminta maaf. Somasi ditolak oleh Investor Daily. Media itu menyarankan agar Lendo menggunakan mekanisme Hak Jawab. Bukannya melakukan Hak Jawab, Lendo melalui Pengacaranya menggugat secara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam putusan selanya, Hakim memutuskan gugatan Pengacaranya tidak dapat diterima atau N.O (Niet Ontvankelijke Verklaard). Salah satu pertimbangan Hakim adalah karena belum digunakannya Hak Jawab oleh Lendo Novo sebelum menggugat ke Pengadilan oleh Pengacaranya.
Itulah pentingnya Hak Jawab ketika ada pemberitaan yang dinilai merugikan nama baik seseorang atau sekelompok orang. Hakim menjadikan Hak Jawab sebagai parameter atau pertimbangan hukumnya dalam memutus. Hak Jawabnya sudah dilakukan belum? Karena pemberitaan adalah delik Pers dimana diatur tersendiri oleh Undang- Undang Pers sebagai Lex Specialis dan Hak Jawab adalah mekanisme yang harus ditempuh terlebih dahulu sebelum menggugat.
Gugatan perdata lainnya yang tidak dapat diterima (N.O) dan ditolak karena belum dilakukan Hak Jawab sebagaimana dikutip Hukumonline adalah :
2007
|
Perdata, �Marimutu Sinivasan vs Koran Tempo |
Putusan Kasasi MA menolak gugatan Marimutu.
|
2007
|
Perdata, Lendo Novo vs Investor Daily dan Arief Poyuono |
PN Jaksel menyatakan gugatan tidak dapat diterima. |
2005
|
Perdata, Tommy Winata vs Tempo di PN Jaksel |
PT DKI menyatakan gugatan Tommy Winata tidak dapat diterima. |
1993
|
Perdata, Anif vs Surat kabar Harian Garuda, Y Soeryadi, Syawal Indra, Irianto Wijaya, Yayasan Obor Harapan Medan. |
Putusan Kasasi menolak gugatan Anif (Penggugat). |
Demikian, semoga bermanfaat.
TONI, S.H., M.H.