Pertanyaan :
X mengirimkan paket yang isinya bom waktu dari Malaysia yang ditujukan untuk Y di Batam. Bom meledak dan mengenai Y di Batam, kemudian Y mati di tempat. Menurut Abang dimana letak terjadinya tindak pidana?
Ayang – Padang, Sumatera Barat.
Jawaban :
Pertama kita harus pahami dulu bahwa locus delicti dalam suatu peristiwa pidana ditentukan untuk menentukan kompetensi Pengadilan yang akan mengadili. Misalkan locus delicti suatu tindak pidana di Kelurahan Palmerah Kecamatan Palmerah Jakarta Barat, maka Pengadilan yang akan mengadili adalah Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Kemudian kita juga harus pahami contoh kasus bom di atas, apakah masuk delik formil atau delik materiil. Ini untuk menentukan apakah tindak pidana tersebut termasuk delik formil dimana tindak pidana sudah terjadi saat mengirim bom dari Malaysia meski belum ada korban. Ataukah delik materiil dimana tindak pidana terjadi setelah ada akibat atau korban meninggal dari kasus bom itu.
Jika masuk delik formil maka tindak pidana terjadi saat di Malaysia sehingga locus delictinya di Malaysia saat memiliki bom dan mengirimkannya ke Batam. Jika masuk delik materiil maka tindak pidana terjadi setelah ada korban meninggal yaitu di Batam sehinga locus delictinya di Batam, Indonesia.
Sekarang kita bedah Pasal- Pasalnya dalam kasus bom di atas.
Pertama Pasal 10A Undang- Undang Terorisme.
Dalam Pasal 10A Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme, memasukkan saja bom ke Indonesia sudah bisa dipidana. Berarti tindak pidana terorisme adalah delik formil. Berikut bunyi Pasalnya :
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, membuat, menerima, memperoleh, menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, atau mengeluarkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia senjata kimia, senjata biologi, radiologi, mikroorganisme, nuklir, radioaktif atau komponennya, dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, atau pidana mati.
Kedua Pasal 340 KUHP.
Dalam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, tindak pidana dianggap selesai terjadi jika sudah ada akibat yaitu ada korban meninggal dunia sehingga tindak pidana pembunuhan ini masuk delik materiil. Berikut bunyi Pasalnya :
“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”
Kemudian, kita lihat kasus bom di atas. X ini mangirimkan bom waktu ke Y, berarti jelas X punya maksud untuk melakukan pembunuhan terhadap Y karena bomnya ditujukan kepada Y. Berarti dapat diketahui niat X mengirim bom lewat paket adalah untuk membunuh Y di Batam. Dan Y meninggal akibat paket bom itu di Batam. Jadi kasus bom di atas adalah kasus pembunuhan (delik materiil) dimana tindak pidana dianggap selesai setelah ada korban meninggal dunia. Korban meninggal dunia adalah Y di Batam sehingga tempat terjadinya pembunuhan (locus delicti) adalah di Batam, Indonesia.
Toni, S.H., M.H.